Tak Ditemukan Dokumen Bansos

Tak Ditemukan Dokumen Bansos

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Rumah anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan Ihsan Yunus digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, sejauh ini belum ditemukan adanya dokumen terkait kasus korupsi yang membelit mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara. Tim penyidik KPK membawa dua koper dari penggeledahan di kediaman legislator PDIP Ihsan Yunus di Jalan Kayu Putih Selatan 1, Nomor 16, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Rabu (24/2). Berdasarkan pantauan, sedikitnya 10 penyidik KPK terlihat menggeledah rumah Ihsan sejak pukul 15.43 WIB hingga 17.55 WIB. Anggota Komisi II DPR ini diduga mengetahui kasus dugaan suap pengadaan bansos Covid-19. Kasus itu menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Sementara itu, Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri membenarkan penyidik melakukan penggeledahan di sebuah rumah di kawasan Jakarta Timur. Akan tetapi, Ali mengungkapkan tim penyidik tidak menemukan dokumen ataupun barang yang berkaitan dengan kasus dugaan suap bansos Covid-19. \"Penggeledehan tersebut telah selesai dilakukan namun sejauh ini tidak ditemukan dokumen atau barang yang berkaitan dengan perkara ini,\" kata dia dalam keterangannya, Rabu (24/2). Meski begitu, Ali memastikan tim penyidik KPK masih akan terus mengumpulkan bukti dan melengkapi pembuktian pemberkasan perkara dengan tersangka Juliari Peter Batubara dan kawan-kawan tersebut. Terlebih pada rekonstruksi kasus yang dilakukan pada Senin (1/2) lalu, Ihsan disebutkan pernah bertemu dengan tersangka sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko santoso dan Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial M. Syafi\\\'i Nasution. Pertemuan itu diduga membahas terkait penyediaan bansos. Dalam perkara ini, KPK menduga mantan Mensos Juliari Peter Batubara menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga terima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Kasubdit Penanganan Korban Bencana Sosial Politik sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bansos Matheus Joko Santoso kepada Juliari melalui Kabiro Umum Kemensos Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar. Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan orang kepercayaan Juliari bernama Shelvy N untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari. Pada periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee mulai Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga untuk keperluan Juliari. Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos. KPK pun menetapkan lima orang tersangka, yaitu sebagai tersangka penerima suap Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso, dan Adi Wahyono, sedangkan tersangka pemberi suap adalah dua orang pihak swasta, yaitu Ardian I.M. dan Harry Sidabuke. Sementara sebelumnya, peneliti ICW Dewi Anggraeni memandang peran dan keterlibatan Ihsan Yunus sudah sangat jelas. Karenanya KPK diminta jangan ragu menjerat Ihsan. \"Itu sudah dua alat bukti dan juga terbukti jelas perannya Ihsan. Maka ICW mendesak KPK segera masuk ke tahap baru. Karena sejauh ini kan KPK bisa dikatakan agak kurang serius ya kalau menangani politikus,\" katanya. Ditegaskannya, KPK tak perlu menunggu hingga penyidikan perkara yang menjerat Juliari rampung. Seharusnya penyidikan Ihsan dan Juliari dapat berjalan beriringan. Terlebih kasus tersebut masih satu rangkaian. \"Kasus yang sedang ditangani KPK itu bisa berkembang lalu bisa ditetapkan tersangka lagi selama sudah memenuhi aturan. Kasus Ihsan, kan bukan kasus berbeda,” katanya.(riz/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: